Seni Membujuk Sebagai Modal Taklukkan Konsumen Sejak kecil kita sudah terlatih untuk melakukan aktivitas membujuk. Saat kita menginginkan sesuatu dan merayu ibu untuk membelikannya, itulah yang dinamakan membujuk. Setiap orang dibekali kemampuan untuk dapat membujuk orang lain. Baik membujuk untuk hal-hal positif, meupun perihal negatif. Hanya saja kemampuan masing-masing individu tentunya berbeda-beda. Itulah yang kemudian melahirkan manusia dengan jiwa persuasif tinggi dan manusia dengan kemampuan membujuk yang lemah. Menurut Deden Hendrayana, membujuk atau melakukan persuasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meyakinkan orang lain agar orang tersebut mau mengubah pemikiran dan melakukan suatu tindakan tertentu. Ada banyak cara untuk melakukan tindakan persuatif. Bisa melalui kata-kata, gambar,  barang, warna dan lain sebagainya. Dalam dunia penjualan, seni membujuk sangatlah penting peranannya. Dengan kemampuan membujuk, kita dapat memengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang kita inginkan. Termasuk ketika membujuk orang lain untuk membeli produk kita. Meskipun setiap orang dibekali kemampuan untuk membujuk, tapi tidak semua bersedia mengasah kemampuannya loh. Hasilnya, ketika seseorang terjun di dunia penjualan, hal yang memberatkannya adalah soal membujuk pelanggan. Membujuk orang lain untuk mau megubah pikirannya memang bukan perkara gampang. Kita harus megetahui apa yang mereka inginkan dan alasan apa yang sekiranya mampu membuat mereka mau melakukannya. Eperti kata Less Giblin: “Bila Anda mengetahui apa yang akan menggerakkan mereka, Anda akan mengetahui bagaimana cara menggerakkan mereka.” Dengan begitu tugas kita adalah mencari apa yang disukai mereka dan tidak menawarkan apa yang mereka hindari. Ada seorang salesman baju tidur yang sedang menawarkan barang dagangannya di sebuah kompleks perumahan. Setelah bujuk  rayu dilancarkan, hanya tinggal satu pelanggan lagi yang tidak mau membeli bajunya. Alasannya karena ia mencari baju bergambar Hello Kitty. Ia suka sekali dengan gambar itu, sampai semua barangnya mengandung gambar boneka lucu tersebut. Mengetahui pelanggannya hanya akan membeli baju tidur bergambar Hello Kitty, di kemudian hari salesman tersebut datang kembali dengan membawa baju yang dimaksud. Tentu saja, dengan sedikit bujukan pelanggan tadi langsung mengiyakan ucapan si salesman. Dalam hal ini salesman tersebut tahu bahwa untuk membuat pelanggannya mau membeli barangnya tentu saja dengan cara mencari tahu apa yang mereka inginkan. Masih menurut Deden Hendrayana, prinsip-prinsip membujuk sebenarnya telah lama dilakukan oleh Robert Cialdini. Untuk lebih detailnya, berikut ini adalah kajian enam prinsip dari Cialdini perihal persuasi.
  1. Prinsip Kesukaan (Liking)
“Seseorang akan mudah dipersuasi bila dia menyukai atau memiliki kesamaan tertentu dengan kita.” Misalnya, kita dengan konsumen sama-sama megidolakan Dian Sastro. Dengan kesamaan tersebut secara tidak sadar akan timbul perasaan akrab dan dekat. Ketika sudah merasa dekat dan akrab. Tentunya dia akan sulit untuk mengatakan ‘tidak’ kepada kita. Untuk itu membangun kedekatan dengan konsumen menjai hal yang penting bagi tenaga penjual. Tapi bagaimana caranya menerapkan prinsip ini? Kita bisa memulainya dengan cara yang tidak terkesan dibuat-buat. Misalnya ketika mengahadapi pelanggan, carilah kesempatan untuk bertanya mengenai  tempat tinggal, sekolah atau hobi mereka. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita bisa meghubungkannya dengan produk kita. Sebagai contoh, berikut kalimatnya: “Dian Sastro juga memakai produk saya ini loh mbak. Kebetulan sekali ya” atau “Anda hobi naik gunung ya? Wah coba deh konsumsi produk saya. Banyak orang jadi makin bugar setelah minum ini. Pastinya sangat cocok kalau dibawa naik gunung.” Banyak cara untuk menghubungkan kesukaan yang dimiliki oleh konsumen kita, dengan produk yang kita tawarkan. Dengan membangun kedekatan, kita juga akan lebih disukai oleh orang lain.
  1. Prinsip Timbal Balik (Reciprocity)
“Kebaikan merupakan senjata dalam persuasi.” Setiap orang pasti suka jika diperlakukan baik oleh orang lain, bukan? Ya, tidak ada orang yang berharap untuk diperlakukan buruk oleh orang lain. Ketika kebaikan itu diterima, seseorang akan merasa berhutang. Maka disinilah timbul perasaan tidak enak ketika harus menolak keinginan orang yang telah berbuat baik kepadanya. Prinsip ini sebenarnya sering kita jumpai dlama kehidupan sehari-hari. Misalnya, penerbit memberikan buku pada kita dengan cuma-cuma. Lalu ketika diminta meresensinya, tentu saja kita aan sulit untuk menolaknya bukan? Begitupun dalam dunia penjualan. Ketika kita melakukan kebaikn dalam hal kecil sekalipun, misalnya “Ya udah deh, harganya saya kurangi. Tapi cash ya, tifak boleh pakai tempo.” Maka pelanggan kita juga merasa sama-sama untung. Prinsip timbal balik kemudian berlaku. Akan tetapi, prinsip ini terkadang sering disalahgunakan dalam bisnis dan pekerjaan. Kita bisa lihat di mana pejabat-pejabat banyak yang terseret kasus suap. Mungkin niatnya adalah memberikan hadiah sebagai bentuk kebaikan supaya pihak yang dituju mau memenuhi keinginannya. Namun, tentu saja prinsip timbal balik disini hanya akan menguntungkan kita jika dipergunakan untuk hal-hal yang baik. Untuk itu perlu berhati-hati dalam menggunakan prinsip ini.
  1. Prinsip Kebersamaan (Social Proof)
“Tindakan seseorang akan dipicu oleh tindakan orang lain.” Anda pernah mengunjungi pameran laptop? Kenapa dalam sebuah pameran, ada stand yang sangat ramai dan ada pula yang tanpa pengunjung. Selain kualitas produk, tentu saja ini dipengaruhi oleh prinsip kebersamaan. Ketika melihat stand ramai, pengunjung cenderung penasaran dan akhirnya ikut masuk juga. Sama halnya ketika kita ikut jasa asuransi A, karena teman dan keluargga kita juga memakainya. Tindakan kita ini artinya dipengaruhi oleh tindakan orang lain. Dalam meghadapi pelanggan, prinsip ini bisa kita pakai dengan bujukan seperti ini. ”Ibu Geger juga pakai produk ini loh Bu. Malah sudah lama beliau pakai.”
  1. Prinsip Komitmen (Commitment and consistency)
“Semua orang terikat dengan komitmen dan ingin mmenyelesaikannya.” Bukankan kita kaan malu jika dicap sebagai manusia yang tidak memiliki komitmen dalam hidupnya? Terlebih jika kita ingkar dari komitmen yang sudah dibuat. Dengan begitu orang cenderung ingin bersikap konsisten. Nah, prinsip inilah yag bisa kita pakai untuk membujuk konsumen supaya membeli produk kita. Ketika seorang pelanggan berkata kepada kita, bahwa ia telah memiliki seri pertama sebuah buku. Kita bisa merayunya untuk melengkapi koleksi mereka. Bahkan tanpa dibujuk sekalipun, orang yang memilki komimen cenderung mencari-cari seri selanjutnya. Dengan tahu kelemahannya, kita jadi gampang sekali membujuk mereka membeli produk kita.
  1. Prinsip Otoritas (Authority)
“Otoritas atau keahlian mampu memengaruhi orang lain.” Pernahkah Anda membeli sebuah buku karena direkomendasikan oleh seorang teman? Tanpa rekomendasi Anda tidak tahu mana buku bagus dan mana yang buruk. Anda percaya bahwa teman Anda dapat dipercaya karena dia merupakan penulis yang suka sekali baca. Keahliannya mengenai buku tidak Anda ragukan sama sekali. Nah inilah dinamakan prinsip otoriter. Ketika konsumen percaya bahwa kita ahli di bidang yang kita jual, maka itulah inti dari prinsip ini. Kita akan mudah memengaruhi orang dengan otoritas yang kita miliki. Karena pada dasarnya orang akan mendengar dan melakukan sesuatu bila dia yakin pada keahlian kita.
  1. Prinsip Keterbatasan (Scarcity)
“Keterbatasan membuat sesuatu menjadi penting.” Dalam dunia penjualan, prinsip ini sudah sering dilakukan. Ketika  barang semakin langka, maka pemelian akan meningkat. Dengan begitu seorang salesman seringkali membujuk konsumennya untuk membeli dengan kalimat seperti ini. “Beli sekarang saja Bu. Besok harganya sudah naik loh kan sayang” atau ini “Ini barangnya cuma diproduksi terbatas Pak. Kebetulan ini tinggal satu-satunya. Sekarang aja kalu mau beli, Pak. Sebelum diambil orang.”
WhatsApp Chat Via WhatsApp